PENGUJIAN CHI KUADRAT

Oleh : Kelompok Irman Rusmawan
Pengujian Chi-Kuadrat (x2)
1)      Pendahuluan
Chi-kuadrat digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa vaktor atau mngevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak.
Dalam statistik, distribusi chi square termasuk dalam statistik nonparametrik. Distribusi nonparametrik adalah distribusi dimana besaran-besaran populasi tidak diketahui. Distribusi ini sangat bermanfaat dalam melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki informasi tentang populasi atau jika asumsi-asumsi yang dipersyaratkan untuk penggunaan statistik parametrik tidak terpenuhi.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan distribusi chi square adalah :

  • Distribusi  chi-square memiliki satu parameter yaitu derajat  bebas (db).
  • Nilai-nilai chi square di mulai dari 0 disebelah kiri, sampai nilai-nilai positif tak terhingga di sebelah kanan.
  • Probabilitas nilai chi square di mulai dari sisi sebelah kanan.
  • Luas daerah di bawah kurva normal adalah 1.
a)      Uji Kecocokan = Uji Kebaikan Suai = Goodness of Fit
b)      Uji Kebebasan
c)      Uji Beberapa Proporsi (Prinsip pengerjaan (b) dan (c) sama saja)
Nilai chi square adalah nilai kuadrat karena itu nilai chi square selalu positif. Bentuk distribusi chi square tergantung dari derajat bebas (Db)/degree of freedom. Pengertian pada uji chi square sama dengan pengujian hipotesis yang lain, yaitu luas daerah penolakan Ho atau taraf nyata pengujian
Metode Chi-kuadrat menggunakan data nominal, data tersebut diperoleh dari hasil menghitung. Sedangkan besarnya nilai chi-kuadrat bukan merupakan ukuran derajat hubungan atau perbedaan.
Macam-macam bentuk analisa Chi-kuadrat :
  • Penaksiran standar deviasi
  • Pengujian hipotesis standar deviasi
  • Pengujian hipotesis perbedaan beberapa proporsi atau chi-square dari data multinominal
  • Uji hipotesis tentang ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lain/uji Chi-square dari tabel kontingensi/tabel dwikasta/tabel silang
  • Uji hipotesis kesesuaian bentuk kurva distribusi frekuensi terhadap distribusi peluang teoritisnya atau uji Chi-square tentang goodness of fit

2)      Ketentuan Pemakaian Chi-Kuadrat (X2)
Agar pengujian hipotesis dengan chi-kuadrat dapat digunakan dengan baik, maka hendaknyamemperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  1. Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat kesamaan antara distribusi teoretis dengan distribusi sampling chi-kuadrat.
  2. Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa jawaban satu subjek tidak berpengaruh terhadap jawaban subjek lain atau satu subjek hanya satu kali digunakan dalam analisis.
  3. Pengujian chi-kuadrat hanya dapat digunakan pada data deskrit (data frekuensi atau data kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan menjadi kategori.
  4. Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati.
  5. Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (table 2 x 2) tidak boleh ada nilai ekspektasi yang sangat kecil. Secara umum, bila nilai yang diharapkan terletak dalam satu sel terlalu kecil (< 5) sebaiknya chi-kuadrat tidak digunakan karena dapat menimbulkan taksiran yang berlebih (over estimate) sehingga banyak hipotesis yang ditolak kecuali dengan koreksi dari Yates.
Bila tidak cukup besar, maka adanya satu nilai ekspektasi yang lebih kecil dari 5 tidak akan banyak mempengaruhi hasil yang diinginkan.
Pada pengujian chi-kuadrat dengan banyak ketegori, bila terdapat lebih dari satu nilai ekspektasi kurang dari 5 maka, nilai-nilai ekspektasi tersebut dapat digabungkan dengan konsekuensi jumlah kategori akan berkurang dan informasi yang diperoleh juga berkurang.

3)      Besarnya Derajat Kebebasan
Pada pembahasan tentang distribusi ‘’ t ‘’, kita ketahui bahwa besarnya derajat kebebasan sama dengan n – 1.
Pengujian hipotesis menggunakan distribusi chi-kuadrat yang terdiri dari 2 variabel dan masing-masing variable terdiri dari beberapa kategori. Untuk menghitung banyaknya derajat kebebasan maka dibuat table kontingensi. Misalnya terdapat 2 variabel di mana variable ke-1 terdiri dari 3 kategori dan veriabel ke-2 terdiri dari 4 kategori. Dengan demikian dapat dibuat table kontingensi 3 x 4 sebagai berikut.
Variable 2
1
2
3
4
jumlah
Variabel 1
A
B
B
B
Tb
X
B
B
B
B
Tb
X
C
Tb
Tb
Tb
Tb
X
Jumlah
X
X
X
X
X





Keterangan :
B  = dapat digunakan dengan bebas
Tb = tak bebas
X  = nilainya diketahui
Jumlah nilai dari baris dan kolom disebut nilai marginal. Jika nilai marginal dari jumlah seluruhnya (grand total) telah diketahui maka, pada baris pertama terdapat 3 nilai yang dapat ditentukan dengan bebas, demikian pula dengan baris kedua, tetapi pada baris ketiga semuanya tidak bebas karena jumlah marginal telah diketahui. Jadi, disini terdapat 6 nilai yang dapat ditentukan dengan bebas (2 x 3 = 6).
Secara umum rumus untuk menghitung derajat kebebasan pada pengujian hipotesis menggunakan chi-kuadrat adalah sperti berikut.
dk        = (jumlah baris – 1)  (jumlah kolom – 1)         atau
dk        = ( B – 1 )  ( K – 1 )
Pada contoh diatas,  dk = ( 3 -1 ) ( 4 – 1 ) = 2 x 3 = 6


4)      Menghitung Nilai Ekspektasi
Nilai ekspektasi adalah nilai yang kita harapkan terjadi sesuai dengan hipotesis penelitian. Nilai ekspektasi dapat dihitung dengan perkalian antara nilai marginal kolom dan baris yang bersangkutan dibagi dengan jumlah seluruhnya  (N) atau grand total yang terletak pada sudut kanan tabel kontingensi. Perhitungan nilai ekspektasi akan lebih jelas dengan contoh berikut.
Contoh :
Misalkan, seorang dokter rumah sakit menyatakan bahwa frekuensi anemia pada ibu hamil di rumah sakit A sama dengan di rumah sakit B dan sama denga rumah sakit C. Pernyataan tersebut akan diuji pada derajat kemaknaan 5%.
Pernyataan tersebut diuji dengan mengambil sampel secara independen pada ketiga rumah sakit tersebut. Sampel yang diambil adalah ibu hamil yang datang memeriksakan diri ketiga rumah sakit tersebu, masing – masing rumah sakit A = 50, rumah sakit B = 40, rumah sakit C = 60. Frekuensi anemia ibu hamil selama pengamatan adalah sebagai berikut.
Rumah Sakit
Anemia
Tidak anemia
A
20
30
B
25
15
C
35
25


Untuk memudahkan menghitung nilai ekspektasi maka dibuat tabel kontingensi 3 x 2 seperti berikut :
Rumah Sakit
Anemia
Tidak anemia
Jumlah
A
1)      20
2)      30
50
B
3)      25
4)      15
40
C
5)      35
6)      25
60
Jumlah
80
70
150

Nilai hasil pengamatan = simbol O (observed)
Nilai ekspektasi = simbol E (expected)
Untuk memudahkan menghitung besarnya nilai ekspektasi maka setiap sel diberi nomor urut.
E1 = (50 x 80)/150 = 26,6
E2 = (50 x 70)/150 = 23,3
E3 = (40 x 80)/150 = 21,3
E4 = (40 x 70)/150 = 19,3
E5 = (60 x 80)/150 = 31,0
E6 = (60 x 70)/150 = 28,0
Rumus :

menguji hipotesis dengan x2
contoh :
Bila dari contoh diatas kita akan menguji pernyataan kepala rumah sakit tersebut maka perhitungannya adalah seperti berikut ini :
Ho : f1 = f2 = f3
Ha : f1 ≠ f2 ≠ f3
O
E
(O – E)
(O – E)2
(O – E)2/E
20
26,6
3,4
11,56
0,43
30
23,3
6,7
44,89
1,93
25
21,3
3,7
13,69
0,64
15
19,3
-4,3
18,49
0,96
35
32,0
3,0
9,00
0,28
25
28,0
-3,0
9,00
0,32

Jumlah
4,56


Pada tabel 3 x 2 tersebut, dk = (3 – 1) (2 – 1) = 2; pada tabek x2, cari x2 dengan dk = 2 dan ditulis sebagai berikut.
X2 dk = 2 0,05 = 5,991 (dari tabel x2)
X2 dari hasil perhitungan adalah4,56, sedangkan x2 yang didapat dari tabel adalah 5,991. Karena 4,56 < 5,991 maka x2 = 4,56 terletak didaerah penerimaan atau dengankata lain hipotesis diterima pada  = 0,05.
Kesimpulan, tidak terdapat perbedaan frekuensi anemia pada ketiga rumah sakit tersebut.

5)      Pengujian Hipotesis Tentang Kesamaan Beberapa Proporsi
Chi-kuadrat dapat digunakan untuk menguji beberapa proporsi, mislanya, kita memperoleh beberapa proporsi P1,  P2, P3 . . . . Pk dengan kategori x1, x2, x3 . . . . xk yang bersifat independen dan kita ingin mengetahui apakah perbedaan proporsi hasil pengamatan memang benar berbeda atau karena faktor kebetulan. Untuk menyelesaikan masalah tersebutdilakukan pengujian dengan x2.
E1 = np1 , E2 = np2 , E3 = np3 . . . . Ek = npk
Ho        : P1 = P2 = P3 . . . . Pk
Ha        : P1 ≠ P2  , P3 . . . . Pk
dk = banyaknya kategori – 1 = (k – 1)
Ho akan diterima bila hasil perhitungan x2 lebih kecil daripada x2 yang terdapat dalam tabel dengan dk = k – 1 pada derajat kemaknaan .
Contoh :
  1. Misalnya, dinyatakan bahwa status gizi anaka balita disuatu daerah mempunyai perbandingan yang sama, gizi baik = gizi sedang = gizi kurang = gizi buruk.
Untuk mengetahui apakah pernyataan tersebut dapat dipercaya maka dilakukan  tersebut dan diperoleh hasil sebagai berikut.
30 anak dengan gizi baik, 35 anak dengan gizi sedang, 20 anak dengan gizi kurang dan 15 anak dengan gizi buruk.
Pengujian dilakukan pada derajat kemaknaan 0,05.
Hipotesis :
Ho : p = p1 = p2 = p3 = p4
Ha : p ≠ p1 = p2 = p3 = p4
atau antara  p1 , p2 , p3  dan p4 tidak sama

n = 30 + 35 + 20 + 15 = 100
= 0,05; dk = (k – 1) = 4 – 1 = 3

Hasil pengamatan (observed) status gizi : 30 , 35 , 20 dan 15 atau
O1 = 30 ; O2 =35 ; O3 = 20 ; O4 = 15.

Nilai ekspektasi, karena hipotesis nol dan semua proporsi sama maka diharapkan semua nilai dengan proporsi status gizi yang sama.
E1 = np = 100 x 0,25 = 25
E2 =        100 x 0,25 = 25
E3 =        100 x 0,25 = 25
E4 =        100 x 0,25 = 25
x2 = x12 + x22 + x32 + x42
= {(O1 – E1)2/ E1} + {(O2 – E2)2/ E2}  + {(O3 – E3)2/ E3}  + {(O4 – E4)2/ E4}
= {(30 – 25)2/25} + {(35 – 25)2/25} + {(20 – 25)2/25} + {(15 – 25)2/25}
= 10
Pada tabel x2 didapatkan bahwa x20,05 dk = 3 = 7,815
Karena 10 > 7,815 maka x2 = 10 berada diluar daerah penerimaan atau dengan kata lain hipotesis ditolak pada derajat kemaknaan 0,05 atau p < 0,05.
Kesimpulannya, proporsi status gizi anak balita didaerah tersebut tidak sama.

  1. Hasil pemeriksaan antropometrik status gizi anak dengan perbandingan gizi baik, sedang, kurang dan buruk adalah 5 : 4 : 2 : 1.
Untuk menguji apakah hasil antropometrik dengan perbandingan tersebut benar, dilakukan pengambilan sampel dengan hasil gizi baik = 30, gizi sedang = 40, gizi kurang = 10 dan gizi buruk = 10.
Hipotesis statistik :
Ho : p = 5 : 4 : 2 : 1
Ha : p ≠ 5 : 4 : 2 : 1
Kalau dianggap bahwa perbandingan tersebut benar maka diharapkan mempunyai perbandingan sebagai berikut.
P1 =512 x 90 = 37
P2 = 412 x 90 = 30
P3 = 212 x 90 = 15
P4 = 112 x 90 = 8
Agar lebih jelas, ini dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut

Gizi baik
Gizi sedang
Gizi kurang
Gizi buruk
O
30
40
10
10
E
37
30
15
8

X2 = {(30 – 37)2/37} + {(40 – 30)2/30} + {(10 – 15)2/15} + {(10 – 8)2/8} = 5,82
X2 dk 3, 0,05 = 7,815
Hipotesis diterima pada derajat kemaknaan 0,05 atau p > 0,05.
Kesimpulann:
kita 95% percaya bahwa proporsi status gizi didaerah tersebut 5 : 4 : 2 : 1.
6)      Chi-Kuadrat Untuk Pengujian Independensi
Dibidang kedokteran tidak jarang kita menemukan dua variabel dimana masing – masing variabel terdiri dari beberapa kategori,misalnya tingkat beratnya penyakit dengan tingkat kesembuhan. Bila kita ingin mengetahui apakah diantara dua variabel tersebut terdapat hubungan atau tidak, dengan kata lain apakah kedua variabel tersebut bersifat dependen atau independen, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan x2.
Interpretasi hasil pengujian ialah apabila hipotesis nol diterima, berarti tidak ada hubungan (independen), tetapi bila hasilnya menolak hipotesis nol maka dikatakan kedua variabel tersebut mempunyai hubungan atau dependen. Rumus yang digunakan adalah rumus umum x2.
Contoh :
Sebuah penelitian dilakukan oleh seorang kepala rumah sakit untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelas ruang rawat inap. Untuk kepentingan tersebut diambil sampel sebanyak 200 orang penderita dengan hasil sebagai berikut.
Ho : variabel 1 dan variabel 2 disebut independen
Ha : variabel 1 dan variabel 2 disebut dependen
1)      70 orang dengan pendidikan SD
20 memilih kelas 1
40 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
2)      50 orang berpendidikan SLTP
25 memilih kelas 1
15 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
3)      40 orang berpendidikan SLTA
15 memilih kelas 1
10 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
4)      40 orang berpendidikan akademi dan perguruan tinggi
20 memilih kelas 1
5 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
Data diatas dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Kelas ruang
Pendidikan
Jumlah
SD
SLTP
SLTA
PT
1
20
25
15
20
80
2
40
15
10
5
70
3
10
10
15
15
50
Jumlah
70
50
40
40
200


Hasil perhitungan :
O
E
(O – E)
(O – E)2
(O – E)2/E
20
28
-8
64
2,29
25
20
5
25
1,25
15
16
-1
1
0,06
20
16
4
16
1,00
40
24,5
15,5
240,25
9,81
15
17,5
-2,5
6,25
0,06
10
14
-4
16
1,14
5
14
-9
81
5,75
10
12,5
-2,5
6,25
0,50
10
17,5
-7,5
56,25
3,21
15
10
5
25
2,5
15
10
5
25
2,5

Jumlah
30,11

X2 = 0,05, dk 6 = 12,59
Hipotesis ditolak pada derajat kemaknaan 0,05 atau p > 0,05.
Kesimpulannya, kita 95% percayat bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelas ruang rawat inap.
Grafik :
7)      Tabel Kontingensi 2 x 2 dan Uji x2
Bila hasil pengamatan terdiri dari dua variabel dan masing-masing hanya terdiri dari 2 kategori maka dapat dibuat tabel kontingensi 2 x 2. Dalam hal demikian, bila sampelnya cukup besar maka perhitungan chi-kuadrat dapat dilakukan dengan rumus chi-kuadrat yang lazim digunakan.
Tabel kontingensi 2 x 2 secara umum dapat kita gambarkan seperti berikut.


Variabel Dependen

I
II
Variabel Independen
1
a
b
a + b = r1
2
c
d
c + d = r2

a + c = s1
b + d = s2
N


       atau
Contoh:
Hasil penelitian mengenai tingkat tekanan psikologis dikaitkan dengan usia responden yang diakibatkan pekerjaanya tampak pada tabel berikut :
Umur (th)
Derajat tekanan (banyaknya pramuniaga)
Rendah
Menengah
Tinggi
< 25
20
18
22
25 – 40
50
46
44
40 – 60
58
63
59
> 60
34
43
43
Total
162
170
168


Ujilah apakah ada hubungan antara usia dan tingkat tekanan psikologis pada taraf natay sebesar 0,01 ?
Pemecahan :
  1. Formulasi
H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat tekanan psikologis
Ha : Ada hubungan antara usia dengan tingkat tekanan psikologis

  1. Hitung derajat bebas.
df = (jumlah baris – 1) x (jumlah kolom – 1)
df = (4 – 1)(3 –1) = 6
taraf nyata = 0,01
Nilai kritis (X2 tabel) = 16,812

  1. Hitung frekuensi yang diharapkan dengan rumus
Frekuensi yang diharapkan

Umur (th)
Derajat tekanan (banyaknya pramuniaga)
Rendah
Menengah
Tinggi
Total
Fo
Fe
Fo
Fe
Fo
Fe
Fo
Fe
< 25
20
19
18
20
22
20
60
60
25 – 40
50
46
46
48
44
48
140
140
40 – 60
58
58
63
61
59
60
180
180
> 60
34
32
43
41
43
40
120
120
Total
162
162
170
170
168
168
500
500


  1. Hitung X2
X2 = (20-19)2/19 + (18-20)2/20 + (22-20)2/20+(50-45)2/45 + (46-48)2/48
+ (44-47)2/47 +(58-58)2/58 + (63-61)2/61 + (59-60)2/60 +(34-39)2/39
+ (43-41)2/41 + (43-40)2/40
X2 =  2,191
  1. Kesimpulan , Karena 2,191 < 16,812, maka ho diterima berarti tidak ada hubungan antara usia dengan tekanan psikologis.

Contoh lain:
Suatu penelitian ingin mengetahui: “apakah ada perbedaan cita-cita kelak setelah tamat S1 diantara mahasiswa & mahasiswi AN Fisip UNS semester-VII?”
Hipotesis:
  • H0 = tidak ada perbedaan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam hal cita-cita mereka kelak setelah tamat S1.
  • Ha = proporsi mahasiswi lebih banyak yang bercita-cita sebagai PNS  setelah mereka tamat S1 ketimbang mahasiswa.

Tabel kerja:
Cita-Cita
Mahasiswa
Mahasiswi
Jumlah
PNS
10
11
21
Bukan PNS
46
13
59
Jumlah
56
24
80


Perhitungan:

Besarnya degree of freedom (df) :
Df        =  (k-1)  (b-1)
= (2-1)  (2-1)
= 1

Adapun contoh lain…
Misalkan, kita akan meneliti efek semacam obat influenza. Untuk kepentingan tersebut diambil 2 kelompok penderita yang masing-masing 10 orang penderita influenza.
Kelompok 1 diberi obat, sedangkan kelompok 2 diberi plasebo. Setelah 3 hari kemudian dievaluasi dan hasilnya pada kelompok 1 terdapat 7 orang sembuh dan 3 orang tidak, sedangkan kelompok 2 terdapat 4 orang sembuh dan 6 orang tidak.

Derajat kemaknaan 0,05
H0 : obat  plasebo
Ha : obat  plasebo

Efek

Sembuh
Tidak
Total
Obat
7
3
10
Plasebo
4
6
10
Jumlah
11
9
20

Hipotesis diterima pada derajat kemaknaan 0,05. Kesimpulannya, kita 95% percaya bahwa obat tersebut tidak mempunyai efek terhadap penyembuhan influenza.

8)   Koreksi Kontinuitas Pada Tabel 2 x 2 (Yates)
Bila kita gunakan rumus diatas untuk menyelesaikan pengujian chi-kuadrat dengan tabel 2×2 dengan derajat kebebasan (dk) satu, maka akan terjadi penaksiran yang berlebih terutama bila hasil pengamatan merupakan frekuensi yang kecil sehingga banyak terjadi penolakan hipotesis. Hal ini disebabkan terjadinya pendekatan distribusi binomial ke distribusi normal.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan koreksi yang dikenal dengan koreksi kontinuitas yang ditemukan oleh F Yates pada tahun 1934. Oleh karena itu, koreksi tersebut dikenal dengan koreksi Yates.

Koreksi Yates adalah aturan yang diusulkan oleh F.Yates (1934), dimaksudkan sebagai suatu nilai koreksi terhadap hasil distribusi kontinu berdasarkan hasil dari data diskrit, koreksi Yates ini sebagai upaya untuk mengkontinukan tingkat penyebaran data dalam pengujian tabel kontingensi 2×2, agar lebih baik sebaran hampirannya (Murti, 1996).
Tabel 2 x 2 secara umum dapat kita gambarkan seperti berikut.


Variabel Dependen

I
II
Variabel Independen
1
A
b
a + b = r1
2
C
d
c + d = r2

a + c = s1
b + d = s2
N


Dalam menurunkan distribusi statistic χ2 perlu diperhatikan bahwa distribusi chi-kuadrat bertipe kontinu, maka untuk mereduksi akibat penghampiran a , Yates mengusulkan sebuah koreksi kekontinuan. Yaitu anggap frekuensi pengamatan dapat diambil semua nilai yang mungkin pada suatu selang kontinu dengan cara mengambil jarak ½ unit dari bilangan yang diperoleh.
Faktor koreksi tersebut ialah dikurangi  sebelum dihitung sehingga rumusnya menjadi seperti berikut.
           atau
Budiarto (2002), menyarankan bahwa untuk menggunakan koreksi Yates pada kondisi sebagai berikut :
1. Sampel kecil
2. Tabel kontingensi 2×2
3. Nilai ekspektasi < 5
4. dk = 1
Namun demikian penggunaan koreksi Yates tidak disarankan/diperlukan lagi, bila N terlampau banyak. Dahulu koreksi Yates banyak digunakan, namun akhir-akhir ini manfaatnya dipertanyakan. Bahkan Grizzle (1967) menganjurkan untuk tidak menggunakan koraksi Yates, karena cenderung memperbesar kesalahan tipe II (tidak menolak Ho, padahal Ho salah) (Murti, 1996)
Contoh:
Dari contoh efek semacam obat untuk influenza. Pada penelitian ini diambil 2 kelompok penderita influenza masing-masing 10 orang.
Kelompok 1 diberi obat, sedangkan kelompok 2 diberi plasebo. Setelah 3 hari kemudian dievaluasi dan hasilnya pada kelompok 1 terdapat 7 orang sembuh dan 3 orang tidak, sedangkan kelompok 2 terdapat 4 orang sembuh dan 6 orang tidak.
Derajat kemaknaan 0,05
H0 : obat  plasebo
Ha : obat  plasebo
Efek
Sembuh
Tidak
Total
Obat
7
3
10
Plasebo
4
6
10
Jumlah
11
9
20


Dengan koreksi Yates, hasil perhitungan nilainya lebih kecil daripada tanpa koreksi walaupun hasilnya juga tidak bermakna.

Kriterianya diterimanya hipotesis adalah bila nilai hasil perhitungan lebih kecil dari 3,84. Dari hasil tersebut hipotesis diterima. Kesimpulannya, kita 95 % percaya bahwa obat tersebut tidak berhasiat untuk menyembuhkan influenza.

Grafik.
Adapun contoh lain….
Yang berikut adalah data hasil pengumpulan pendapat masyarakat terhadap dua calon pemimpin.
Pendapat
Ya
Tidak
Total
Calon
A
37
22
59
B
18
7
25
Jumlah
55
29
84


Untuk penngujian hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata mengenai pendapat masyarakat terhadap kedua calon itu diperlukan nilai.

Dalam kedua taraf nyata = 0,01 dan =0,05 hipotesis diterima
Walaupun telah dilakukan koreksi, tetapi masih terjadi keraguan pendekatan distribusi chi-kuadrat ke distribusi normal. Hal ini terjadi bila frekuensi terlalu kecil.oleh karena itu, R.A. Fisher, J.O. Irwin, dan F. Yates mengusulkan perhitungan chi-kuadrat dilakukan eksak tes yang dikenal dengan Fisher probability exact test

Fisher probability exact test merupakan salah satu metode statistik non parametrik untuk menguji hipotesis. Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan tahun 1930. Pada penelitian dua variabel dengan data yang dinyatakan dalam persen, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan statistik parametrik chi-kuadrat. Bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n<20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-kuadrat tidak dapat digunakan walaupun telah mengalami koreksi dari Yates. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-kuadrat tersebut digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).

Menurut Sugiyono, (2005), uji exact fisher digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal. Untuk memper-mudahkan perhitungan. Dalam pengujian hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke dalam tabel kontingensi 2 x 2 (Sugiyono, 2005).

Fisher exact tes ini lebih akurat daripada uji chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2, namun kita dapat melakukan Uji exact Fisher dengan jumlah tabel yang lebih besar.
Rumus dasar yang digunakan untuk pengujian exact fisher yaitu sebagai berikut:

Atau…..

Fisher Exact Test

Cohran (1954) dalam Siegel (1992) menganjurkan untuk menggunakan uji exact fisher bila pada uji chi-kuadrat dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila digunakan pada kondisi sebagai berikut :
  1. Bila sampel total kurang dari 20 atau
  2. bila jumlah sampel 20 < n < 40 dengan nilai ekspektasinya <5
Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi yang dihasilkan dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil (+) dan tidak berhasil (-) dan dihitung nilai p menggunakan rumus di atas.
Hasil perhitungan persentase setiap kombinasi dan nilai p dapat disusun dalam bentuk tebel. Melalui tabel tersebut kita dapat segera mengetahui besarnya p dari selisih persentase (+) dan (-) (Budiarto, 2002).
Keuntungan dan kerugian dengan menggunakan Uji exact Fisher yaitu sebagai berikut (Budiarto, 2002) :
Keuntungan :
  1. Hasilnya langsung dengan nilai p yang pasti
  2. Tes hanya didasarkan atas hasil pengamatan yang nyata
  3. Tidak dibutuhkan asumsi populasi berdistribusi normal
  4. Tidak dibutuhkan asumsi kedua kelompok yang diambil dari populasi secara random.
Kerugian :
  1. Sulit untuk dilakukan ekstrapolasi terhadap populasi studi
  2. Ahli statistika yang beranggapan bahwa tujuan akhir uji statistik adalah mengadakan estimasi terhadap parameter populasi tidak setuju dengan uji Fisher.

9)      Pengujian Hipotesis Chi-Kuadrat Pada Data Binomial
Bila data yang akan diuji merupakan data binomial dengan probilitas terjadinya sesuatu = p dan probabilitas lain = q maka pengujiannya dilakukan dengan mengambil sampel sebesar n, dimana dalam sampel tersebut terdapat kategori x. Frekuensi yang diharapkan pada probabilitas yang diharapkan = np.

Contoh:
Penderita yang dirawat di bagian ilmu kesehatan anak terdiri 40% wanita dan 60% laki-laki. Bila ingin diuji apakah pernyataan tersebut dapat dipercaya maka hasilnya sebagai berikut.
Untuk menguji hipotesis tersebut diambil sampel sebanyak 50 anak yang dirawat dibagian ilmu kesehatan anak dengan hasil 27 anak perempuan dan 23 anak laki-laki.
Hipotesis Statistik:
H0 : p  0,4
Ha : p  0,4

Nilai Ekspektasi:
Wanita             : 0,4 × 50 = 20
Laki-laki          : 0,6 × 50 = 30

Hipotesis diterima pada derajat kemaknaan 0,05 atau p > 0,05
Kesimpulannya, kita 95% percaya bahwa penderita yang dirawat di bagian ilmu kesehatan anak 40%-nya adalah wanita.





Grafik.
Derajat Hubungan (Koefisien Kontingensi C)
Kegunaan teknik koefisien kontingensi yang diberi simbol C, adalah untuk mencari atau menghitung keeratan hubungan antara dua variabel yang mempunyai gejala ordinal (kategori), paling tidak berjenis nominal.
Cara kerja atau perhitungan koefisien kontingensi sangatlah mudah jika nilai Chi-kuadrat sudah diketahui. Oleh karena itu biasanya para peneliti menghitung harga koefisien kontingensi setelah menentukan harga Chi-kuadrat. Test signifikansi yang digunakan tetap menggunakan tabel kritik Chi-kuadrat, dengan derajat kebebasan (db) sama dengan jumlah kolom dikurangi satu dikalikan dengan jumlah baris dikurangi satu (b-1)(k-1).
Untuk mengetahui asosiasi /kekuatan/derajat hubungan/relasi antara dua perangkat atribut. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien kontingensi adalah :

C
contoh: bila dalam tabel kontingensi dudah dihitung nilai x2 = 144,12 dengan N = 668, didapat

Agar harga C dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antara faktor-faktor atu nutuk mengukur kekuatan hubungan, maka nilai C harus dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang bisa terjadi.
Nilai C maksimum dapat dihitung dengan rumus berikut.
Cmaks
m = jumlah minimum baris dan kolom tabel kontingensi
Contoh : bila tabel kontingensi terdiri dari 3 baris dan 4 kolom maka minimumnya  3 , sehingga
Cmaks
Penilaian
Makin dekat nilai C dengan Cmaks maka makin besar derajat asosiasi, antara faktor-faktor tersebut atau dengan kata lain tingkat dependensi diantara kedua faktor makin besar.